Jakarta, analisaglobal.com — Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan buruh akan menempuh gugatan hukum dalam menolak UU Cipta Kerja. Said Iqbal kemudian meluruskan 12 poin-poin di RUU Cipta Kerja.
“Terkait dengan beredar di tengah masyarakat mengenai hoaks tentang 12 poin permasalahan sekitar omnibus law UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan yang tidak sesuai dengan faktanya (sebagaimana lampiran di bawah), berikut adalah analisa dan jawaban serikat buruh terhadap 12 hoaks poin permasalahan tersebut,” kata Said Iqbal dalam keterangannya kepada para wartawan, Jumat (09/10/2020).
Kedua belas poin di UU Cipta Kerja yang diluruskan Said Iqbal mulai dari uang pesangon, UMP-UMSP dihapus hingga status karyawan tetap. Penjelasan ini adalah versi Said Iqbal. Pemerintah, melalui Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, sebelumnya telah meluruskan poin mengenai pesangon, hak cuti hingga soal PHK.
Berikut ini penjelasan 12 poin UU Cipta Kerja mulai dari pesangon hingga PHK versi Said Iqbal: Benarkah uang pesangon akan dikurangi? Faktanya: Uang pesangon dikurangi. Bahkan hal ini diakui sendiri oleh Pemerintah dan DPR, jika uang pesangon dari 32 kali dikurangi menjadi 25 kali (19 dibayar pengusaha dan 6 bulan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP yang akan dikelola BPJS Ketenagakerjaan). Lagi pula dalam masih belum jelas, yang oleh JKP itu 6 kali atau 6 bulan, karena kami tidak menemukan hal ini dalam omnibus law. Di mana bisa saja besarnya hanya sekian ratus ribu selama 6 kali.
” KSPI berpandangan, ketentuan mengenai BPJS Ketenagakerjaan yang akan membayar pesangon sebesar 6 bulan upah tidak masuk akal. Dari mana sumber dananya? Pengurangan terhadap nilai pesangon, jelas-jelas merugikan kaum buruh.
” Selain itu, karena dalam omnibus law buruh kontrak dan outsourcing tanpa batasan jenis industri dan bisa ‘seumur hidup’, maka besar kemungkinan tidak ada pengangkatan karyawan tetap. Ketika tidak pengangkatan, dengan sendiri pesangon akan hilang (tidak lagi didapatkan buruh).
2. Benarkah UMP, UMK, UMSK, dan UMSP dihapus?
Faktanya: Upah Minimum Sektoral (UMSP dan UMSK) dihapus. Sedangkan UMK ada persyaratan.
Dihapusnya UMSK dan UMSP merupakan bentuk ketidakadilan. Sebab sektor otomotif atau sektor pertambangan, nilai upah minimumnya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk. Itulah sebabnya, di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara.
“Fakta lain adalah, UMK ditetapkan bersyarat yang diatur kemudian adalah pemerintah. Bagi KSPI, hal ini hanya menjadi alibi bagi Pemerintah untuk menghilangkan UMK di daerah-daerah yang selama ini berlaku, karena kewenangan untuk itu ada di pemerintah. Padahal dalam UU 13 Tahun 2003, UMK langsung ditentukan tanpa syarat.
Fakta yang lain, UU Cipta Kerja yang wajib ditetapkan adalah upah minimum provinsi (UMP). Ini makin menegaskan kekhawatiran kami bahwa UMK hendak dihilangkan, karena tidak lagi menjadi kewajiban untuk ditetapkan.
Adapun yang diinginkan buruh adalah UMSK tetap ada dan UMK ditetapkan sesuai UU 13 Tahun 2013 tanpa syarat, dengan mengacu kepada kebutuhan hidup layak (KHL).
3. Benarkah upah buruh dihitung per jam?
Faktanya: Aturan dalam omnibus law (tentang perubahan terhadap Pasal 88B UU 13 Tahun 2003) memungkin adanya pembayaran upah satuan waktu, yang bisa menjadi dasar pembayaran upah per jam. Di mana upah per jam yang dihitung per jam ini pernah disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan, sebagaimana bisa kita telusuri kembali dari berbagai pemberitaan di media (ketik ‘pemerintah akan terapkan upah per jam’ di Google untuk melihat beritanya).
“Adapun permintaan buruh adalah menegaskan di dalam Ommibus Law UU Cipta kerja, bahwa upah per jam tidak dibuka ruang untuk diberlakukan.
4. Benarkah hak cuti hilang dan tidak ada kompensasi?
Faktanya: Cuti panjang bukan lagi kewajiban yang harus diberikan pengusaha, sehingga berpotensi hilang.
16. Dalam UU 13 tahun 2003 Pasal 79 Ayat (2) huruf d diatur secara tegas, bahwa pengusaha harus memberikan hak cuti panjang selama 2 bulan kepada buruh yang sudah bekerja selama 6 (enam) tahun. Sedangkan dalam omnibus law, pasal yang mengatur mengenai cuti panjang diubah, sehingga cuti panjang bukan lagi kewajiban pengusaha.
“Buruh juga meminta agar cuti haid dan melahirkan tidak dipotong upahnya. Sebab kalau upahnya dipotong, maka buruh akan cenderung untuk tidak mengambil cuti. Karena meskipun cuti haid dan melahirkan tetap ada di undang-undang, tetapi dalam pelaksanaan di lapangan tidak akan bisa berjalan jika upahnya dipotong, karena pengusaha akan memaksa secara halus buruh perempuan tidak mengambil cuti haid dengan menakut-nakuti upahnya akan dipotong.
“Adapun permintaan buruh adalah, semua hak cuti buruh dikembalikan sebagaimana yang diatur dalam UU 13 tahun 2003.
5. Benarkah outsourcing di semua jenis industri dan dengan kontrak seumur hidup?
Faktanya: Outsourcing (pemborongan pekerjaan) bisa diterapkan di semua jenis pekerjaan tanpa terkecuali.
“Dalam Pasal 65 UU No 13 Tahun 2003 outsourcing (pemborongan pekerjaan) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan tidak menghambat proses produksi secara langsung. Tetapi di dalam omnibus law justru menghapus pasal 65 UU 13 tahun 2003 yang memberikan batasan terhadap outsourcing. Sehingga outsourcing bisa bebas di semua jenis pekerjaan.
“Fakta yang lain, dalam UU 13 Tahun 2003, outsouring hanya dibatasi di 5 (lima) jenis pekerjaan, sesuai dengan Pasal 66 Ayat (1): Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Tetapi dalam omnibus law, Pasal 66 Ayat (1) yang memberikan batasan mengenai pekerjaan yang boleh menggunakan pekerja outsourcing dihapus. Artinya, semua jenis pekerjaan bisa di outsourcing. Di sini akan terjadi perbudakan modern.
“Di seluruh dunia, lazim penggunaan outsourcing dibatasi jenis pekerjaannya agar tidak terjadi modern slavery. Misal di Prancis hanya boleh untuk 13 jenis pekerjaan boleh menggunakan karyawan outsourcing dan tidak boleh seumur hidup, begitu pula di banyak negara industri lainnya. Di Indonesia berdasarkan UU 13 Tahun 2003 karyawan outsourcing hanya boleh dipergunakan untuk 5 jenis pekerjaan. Negara harus hadir melindungi rakyatnya agar tidak terjadi perdagangan tenaga manusia melalui agen outsourcing.
“Ketika outsourcing dibebaskan, berarti tidak ada job security atau tidak ada kepastian kerja bagi buruh Indonesia. Hal ini menyebabkan hilangnya peran negara untuk melindungi buruh Indonesia, termasuk melindungi rakyat yang masuk pasar kerja tanpa kepastian masa depannya dengan dikontrak dan outsourcing seumur hidup.
“Tahun 2020 saja jumlah karyawan kontrak dan outsourcing sekarang berkisar 70% sampai 80% dari total buruh yang bekerja di sektor formal. Dengan disahkannya omnibus law, bisa saja karyawan tetap hanya tinggal 5%.
26. Adapun permintaan KSPI adalah meminta outsourcing dibatasi untuk jenis pekerjaan tertentu dan tidak boleh seumur hidup, atau kembali sesuai UU 13 Tahun 2003.