Kab. Tasikmalaya, analisaglobal.com — Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, BPD dapat dianggap sebagai “parlemen”-nya desa serta BPD juga merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam sistem pemerintahan desa sekarang ini menempati posisi yang sangat penting sehingga dijabarkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 110 Tahun 2016 tetang Badan Permusyawaratan Desa serta Adanya UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menempatkan desa sebagai subyek bagi pembangunan di wilayahnya sendiri membuat peran BPD mutlak dan penting. Pasalnya, desa yang selama ini diposisikan sebagai obyek, kini telah menjadi subyek bagi pengembangan potensi dirinya sendiri
Adapun Fungsi dari BPD yaitu membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat desa dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa, Dari tiga tugas ini sudah jelas BPD adalah lembaga yang memiliki kekuatan dalam dalam menyepakati peraturan desa yang bakal menjadi pedoman pelaksanaan pembangunan desa.
BPD juga memiliki kekuatan untuk menyampaikan aspirasi warganya, Penyampaian aspirasi tersebut dilakukan melalui beberapa tahap kerja dan harus melakukan penggalian aspirasi masyarakat, menampung aspirasi masyarakat yang disampaikan ke BPD dan mengelola aspirasi masyarakat sebagai sebuah energi positif dalam merumuskan langkah kebijakan desa serta menjadikan pedoman untuk kepala desa beserta pemerintah desa untuk melaksanakan program pembangunan desanya serta BPD juga memiliki kewenangan atau kekuatan untuk mengawasi proses pembangunan dalam segi aspek.
Namun apa jadinya apabila ketua BPD serta seluruh anggotanya mengundurkan diri dari desa, siapa yang akan menampung serta menyampaikan aspirasi masyarakat serta siapa yang akan mengawasi kinerja kepala desa serta pembangunan desa???