“Selain musim kemarau, mahalnya harga beras juga dipengaruhi perang Rusia dan Ukraina yang tak berkesudahan. Ini membuat pasokan sumber pangan terganggu. Banyak negara menahan ekspornya. Turunnya luas panen dan munculnya fenomena El Nino ditambah lagi sulitnya mendapatkan akses impor dari luar negeri membuat harga beras dengan mudah melambung tinggi,” ujarnya.
Tentunya hal ini ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, Itulah kalimat yang cocok bagi beras saat ini. Turunnya luas panen dan munculnya fenomena El Nino ditambah lagi sulitnya mendapatkan akses impor dari luar negeri membuat harga beras dengan mudah melambung tinggi. Namun kabar tak sedap datang dari BPS (Badan Pusat Statistik), lembaga ini memperingatkan potensi terjadinya defisit beras di dalam negeri. Selain itu, BPS memprediksi akan terjadi penurunan panen padi pada bulan September – November 2023. Terutama di wilayah-wilayah produsen utama yaitu produsen beras di Indonesia, jelasnya.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan, ada potensi luas panen padi nasional di bulan November – Desember 2023 melanjutkan penurunan. Dia menambahkan, Indonesia harus mewaspadai potensi peningkatan defisit beras sampai bulan November 2023, imbuhnya.
Mengutip tayangan dari Kemendagri RI, perkiraan defisit beras tahun 2023 dan memang ini seperti siklus tahunan. Di akhir tahun, Oktober, November, Desember kita selalu mengalami defisit produksi beras. Sementara kebutuhan konsumsi beras rata-rata per bulan di Indonesia 2,55 juta ton per bulan, pungkas Ari Bramasto, S.E, Ak, M.Si, CA, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Langlangbuana Bandung. (AD)
Baca Juga Sat Reskrim Polres Ciamis Polda Jabar Berhasil Meringkus Pelaku Curas