Adapun yang dimaksud dengan asas kejahatan ganda (double criminality) adalah kejahatan yang dijadikan sebagai dasar untuk meminta penyerahan (ekstradisi) yang mana merupakan kejahatan atau peristiwa pidana menurut sistem hukum kedua pihak. Baik negara yang meminta dan negara yang diminta. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 5 ayat (1) sub 2 menyatakan, “ Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan diancam pidana “.
Pentingnya diterapkan Mutual Legal Assistance dalam penanganan kejahatan yang sifatnya double criminality tidak terlepas dari kenyataan bahwa pengaruh dari kejahatan ini dirasakan oleh lebih dari satu negara. Oleh karena itu, penanganan kejahatan transnasional terorganisasi yang sifatnya sepihak (hanya oleh satu negara) hanya akan menimbulkan masalah lain yaitu dilanggarnya kedaulatan suatu negara. Article 18 Transnational Organized Crime Convention merupakan dasar hukum bagi lembaga Mutual Legal Assistance.
Dalam perundang-undangan nasional, kebutuhan akan perlunya dibentuk Mutual Legal Assistance dalam upaya pemberantasan kejahatan transnasional terorganisasi, salah satunya diwujudkan dalam Pasal 44 Undang-undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyebutkan, “ Dalam rangka penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap orang atau korporasi yang diketahui atau patut diduga telah melakukan tindak pidana pencucian uang, dapat dilakukan kerja sama regional dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral sesuai dengan ketentuan perundang-undangan “.
Mutual Legal Assistance memiliki ruang lingkup yang sangat luas sebagaimana diatur dalam article 18 Transnational Organized Crime, yaitu mulai dari proses pencarian bukti-bukti atau keterangan-keterangan berkaitan dengan kejahatan yang sedang diperiksa hingga pelaksanaan putusan, sehingga hal ini akan memudahkan dalam pengungkapan berbagai bentuk kejahatan. Jadi Mutual Legal Assistance memegang peranan yang sangat penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional terorganisasi, khususnya berkaitan dengan kejahatan yang memenuhi asas double criminality sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) sub 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
“ Dengan demikian, kemampuan kita untuk meningkatkan hubungan kerjasama luar negeri termasuk kerjasama dalam penanganan kejahatan transnasional tersebut sangat penting dan harus terus dilakukan. Apalagi kejahatan transnasional terorganisasi tersebut semakin lama semakin meningkat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Oleh karenanya penanganan kasus tersebut tidak bisa sendirian, melainkan harus melibatkan negara – negara yang terkait. Hal ini akan menjadi tantangan spesifik bagi aparat penegak hukum untuk terus mengembangkan kemampuan dalam diplomasi penegakan hukum “, pungkas Dede mengakhiri pandangan terkait maraknya kejahatan lintas negara akhir – akhir ini. ***Masdar