Oleh : Dede Farhan Aulawi,
Bandung, analisaglobal.com — Dede Farhan Aulawi (Ketua Persatuan Mata Elang Indonesia) Menarik untuk menyimak sepak terjang seseorang sekelas Edward Joseph Snowden, atau publik lebih mengenal dengan sebutan Snowden saja. Ia membuka mata dunia dalam menguak tabir rahasia dan sensitifitas informasi intelijen sekelas CIA yang selama ini diilustrasikan sebagai agen rahasia yang super hebat. Snowden memiliki usia yang relatif masih muda karena ia lahir tanggal 21 Juni 1983. Ia merupakan mantai pegawai Central Intelligence Agency (CIA) yang menjadi kontraktor untuk National Security Agency (NSA) sebelum membocorkan informasi program mata-mata rahasia NSA kepada pers. Sabtu (31/10/20).
Hal yang menarik adalah dasar pertimbangan kenapa ia sampai berani membocorkan informasi – informasi rahasia kepada publik, padahal sebelum ia terpilih menjadi pegawai CIA tentu telah melewati proses seleksi dan screening yang super ketat, serta tentu dilantik di bawah sumpah. Alasan dasar yang terungkap dari pernyataannya adalah karena ia menganggap ada tindakan berlebihan oleh pemerintah AS dalam memantau aktivitas warganya (AS). Intinya ia tidak setuju dengan tindakan tersebut, maka kondisi psikisnya melawan dengan berbagai tindakan yang tentu ia anggap benar. Ia tidak peduli lagi dengan resiko tindakan yang ia lakukan menyebabkan hubungan luar negeri Amerika Serikat dengan beberapa negara di Eropa seperti Prancis dan Jerman menjadi terusik.
Kegusaran ia dengan sepak terjang CIA dalam memantau warganya, ia lawan dengan cara membuat sebuah buku yang menjadi karya fenomenalnya, yaitu “Permanent Record” yang ia terbitkan tanggal 17 September 2019. Dalam buku tersebut, Snowden tidak hanya membahas program mata-mata pemerintah AS, ia juga menceritakan rahasia ketika bekerja di CIA. Tentu saja buku tersebut dalam perspektif pemerintah AS tidak dibenarkan, sehingga pemerintah AS menggugatnya atas tuduhan pelanggaran perjanjian kerahasiaan (non-disclosure agreement) dengan CIA dan NSA. Inilah problem kerahasiaan yang harus dijaga ketika disandingkan dengan pertentangan hati nurani seseorang ketika melihat sepak terjang lembaganya sudah keluar dari platform kepatutan menurut subjektivitas penilaiannya.
Snowden tentu sadar bahwa semua informasi intelijen sifatnya rahasia, bahkan setiap agen intelijen tidak boleh memberitahu keluarganya tentang pekerjaan yang mereka sudah, sedang dan akan dikerjakan. Lebih dari itu keberadaan atau posisinya pun dalam beberapa hal harus dirahasiakan. Tetapi ketika hati nurani berkata lain, akhirnya Snowden bertindak yang bertolak belakang dengan norma kepatutan dan kewajiban seorang intelijen. Snowden effect ini sesungguhnya bukan satu – satunya, hanya saja yang lain tidak seheboh yang ia lakukan. Mungkinkah akan muncul Snowden – snowden lain ? Tentu sejarah yang akan membuktikannya.
Sepak terjang Central Intelligence Agency (CIA) selama ini sering dikaitkan dengan berbagai peristiwa dunia. Tidak saja soal aktivitas di negaranya, melainkan justeru sepak terjang di luar negeri bahkan dinilai sering terlibat dalam pergantian rezim di negara lain. Foreign Policy mencatat CIA terlibat dalam pergantian rezim di Amerika Selatan hingga Iran.