Selanjutnya Dede juga menambahkan bahwa teori pelaksanaan perencanaan pembangunan desa wisata melalui pendekatan bottom up planning di Desa, dimulai dari bawah dalam rapat koordinasi pembangunan daerah yang akan diusulkan pada tingkat yang lebih tinggi dimulai dari Musrenbang Desa, Musrenbang Kecamatan, Rakorbang Kota dan Rakorbang Provinsi. Tambahnya
Dede juga menuturkan Pelaksanaan perencanaan pembangunan Desa Wisata biasanya terdiri dari 6 tahap sesuai dengan teori Blakely, yaitu pertama, pengumpulan dan analisis data. Kedua, pemilihan strategi pembangunan, seperti menentukan tujuan dari pembangunan desa wisata, menyusun strategi dan target pembangunan desa wisata. Ketiga, pemilihan proyek-proyek pembangunan. Keempat, pembuatan rencana tindakan. Tahap ini terdiri dari menentukan dan mengembangkan input yang menjadi masukan untuk proses pembangunan desa wisata, seperti alternatif sumber pembiayaan dan mengidentifikasi struktur pembangunan desa wisata dengan membuat rincian paket kegiatan wisata dan rincian harga setiap paket wisata. Kelima, Penentuan rincian proyek. Pada tahap ini perencana telah membuat rencana bisnis dan pengembangan desa wisata yang dikelola dengan sistem satu pintu. Keenam, persiapan rencana secara keseluruhan. Pada tahap ini perencana telah menyiapkan jadwal implementasi desa wisata mulai dari soft opening sampai grand opening. Kemudian perencana telah menyusun perencanaan secara keseluruhan melalui DED (Detail Engineering Design). Tuturnya
“Bagi daerah – daerah yang kebetulan memiliki banyak jenis keragaman sumber daya alamnya tentu menjadi keuntungan sendiri, selama kreatif dalam memoles setiap potensinya. Apalagi di lingkungannya mampu menjaga kearifan lokal, seni dan budaya daerah, serta ciri – siri khusan yang menjadi ke-khas-an daerah tersebut tentu akan menjadi unggulan. Pelestarian lingkungan, pelestarian budaya dan pemberdayaan masyarakat akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pembangunan”. Katanya
Sementara terkait dengan tingkat partisipasi masyarakat, cara yang paling mudah adalah dengan pengukuran 7 variabel pokok yang disebut dengan Sapta Pesona, yaitu Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramah-tamahan, dan Kenangan. Dari 7 variabel di atas, pada umumnya masalah – masalah yang terkait dengan ketertiban masyarakat dan kebersihan lingkungan selalu menjadi PR dan pekerjaan besar aparatur pemerintahan setempat. Setelah itu soal keindahan dan keramah-tamahan, karena kadangkala suka ada tangan – tangan usil yang mengganggu keindahan atau kebersihan. Ungkapnya
” Begitupun dengan keramah-tamahan kolektif masyarakatnya, artinya yang ramah itu bukan hanya tour guide atau penjual warung makanan saja, tetapi juga seluruh masyarakat yang berada di seitarnya agar para turis merasa aman dan nyaman berkunjung ke objek wisata tersebut “, pungkas Dede.***(Day)