Adapun terkait dengan lama waktu yang diperlukan dalam proses pembuatan kecap ini sekitar sebulan. Memang semua butuh proses dan tidak mudah. 2 minggu pertama digunakan untuk merendam kedelai, sisa waktu lainnya untuk meracik kedelai dengan bahan baku lainnya seperti gula aren dan garam. Proses merendam kedelai butuh waktu lama agar air meresap sempurna ke dalam kedelai. Tidak sedikit pengrajin kecap yang tidak sabar sehingga kecapnya kurang gurih.
Untuk menjaga cita rasa, pengrajin kecap di Majalengka mempertahankan pemakaian alat masak tradisional, seperti memasak dengan kayu bakar. Selain itu, peracikan bahan baku dilakukan sesuai dengan takaran yang telah ditentukan leluhurnya secara turun temurun. Walaupun kapasitas produksi secara tradisional ini terbatas, tapi mereka mempertahankannya demi menjaga cita rasa. Untuk memenuhi kebutuhan gula Aren sebagai salah satu bahan pembuatan kecap, pada umumnya para pengrajin membeli dari Banjarnegara, Tasikmalaya, dan Garut.
Kemudian terkait dengan tahapan proses pembuatannya, sebagaimana disampaikan para pengrajin dimulai dengan merebus kedelai kemudian menjemurnya hingga kering. Setelah itu kedelai direndam 10 – 14 hari kemudian dijemur lagi. Setelah penjemuran kedua, kedelai direndam lagi dengan air garam. Lalu kedelai itu direbus lagi kemudian disimpan selama sepekan. Selanjutnya baru masuk tahap peracikan dengan gula aren dan tepung terigu. Campuran diaduk sampai kental. Setelah mengental baru bisa dimasukan ke dalam kemasan seperti botol.
“ Melihat potensi, minat dan bakat yang dimiliki oleh pengrajin kecap di Majalengka ini sebenarnya memiliki peluang besar untuk terus maju. Memasarkan produknya tidak sebatas di Majalengka atau kabupaten/ kota tetangga saja, melainkan ke banyak wilayah lain di tanah air, bahkan ke manca negara. Persoalannya seringkali mereka kalah bersaing dengan pabrik – pabrik kecap berskala besar dan modal besar. Oleh karenanya Prawita GENPPARI menghimbau kepada seluruh masyarakat agar lebih mengutamakan produk para pengrajin industri kecil menengah atau rumahan ini. Kalau bukan kita, terus siapa lagi yang akan mendukung keberadaan dan kelanjutan usaha mereka yang sudah berlangsung secara turun temurun ini. Apalagi saat berbicara tentang “rasa” kecap segitiga yang luar biasa gurih ini ”, pungkas Dede menutup pembicaraan. ***Masdar