Dengan semua kualifikasi kompetensi yang diberikan, diharapkan para peserta siap menjadi pelaku usaha rumahan atau home industry.
“Mudah-mudahan Bone akan menjadi kabupaten yang menghasilkan produk turunan rumput laut ini dan dikirim ke semua wilayah di seluruh Sulawesi Selatan bahkan kalau perlu di luar provinsi,” tandas Sjarief.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menyampaikan terima kasih atas perhatian KKP, khususnya Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) terhadap masyarakat Bone. Ia menyatakan, Komisi IV DPR RI siap bekerja sama dengan KKP menyelenggarakan berbagai kegiatan serupa demi mendorong majunya sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
*Diversifikasi Olahan Ikan*
Sementara itu, pelatihan aspirasi diversifkasi olahan ikan di Kab. Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), disambut antusias oleh masyarakat setempat. Sebanyak 100 masyarakat yang berasal dari Kab. Sumba Timur dan Kab. Belu mengikuti pelatihan. Mayoritas merupakan kelompok pengolah dan pemasar produk perikanan serta istri nelayan.
Kepala BRSDM Sjarief Widjaja mengatakan, pelatihan ini merupakan upaya KKP untuk meningkatkan kapasitas sekaligus mengisi kebutuhan pangan masyarakat melalui penyediaan protein dari laut. Menurutnya, kebutuhan pangan di tengah pandemi Covid-19 saat ini tak lagi bisa dihindari. Bahkan, angkanya cenderung meningkat karena masyarakat mengalami pembatasan gerak. Hal ini menjadi peluang bagi masyarakat KP.
“Dengan keterbatasan sarana/prasarana, tentu saja tidak semua hasil produksi perikanan bisa kita kirim ke luar daerah sehingga harus tersimpan di cold storage. Tetapi ini menjadi peluang bagi para ibu-ibu, keluarga yang mungkin bapak-bapaknya mencari ikan di laut atau berbudidaya. Kita bisa olah. Kita tingkatkan nilai tambahnya,” tuturnya.
Lewat pelatihan ini, ia pun mendorong para peserta agar menjadi wirausaha-wirausaha baru. Dengan begitu, produk-produk olahan yang dijual pun dapat menjadi penghasilan tambahan bagi keluarganya.
Guna mengoptimalkan pemasarannya, Sjarief pun memohon perkenan Dinas Perikanan setempat untuk mendorong produk-produk yang dihasilkan masyarakat setempat.
“Misalkan pada hari Minggu pagi ada acara olahraga, kita bisa siapkan kios-kios meja kecil untuk memasarkan produknya ibu-ibu ini. Ini menjadi salah satu contoh untuk mengenalkan bagaimana produk-produk dari Kab. Sumba Timur maupun Kab. Belu bisa menjadi pendapatan baru dan alternatif masyarakat untuk mendapat suplai gizin yang baik untuk putra/i-nya,” cetusnya.
Senada dengan itu, Anggota Komisi IV DPR RI, Yohanis Fransiskus Lema mengungkapkan bahwa Provinsi NTT adalah provinsi kelautan yang sangat kaya akan potensi perikanan. Dengan luas laut lebih dari 70% wilayahnya, masa depan NTT berada di tangan nelayan.
“Di masa lalu, NTT kerap kali orang plesetkan jadi Nasib-Tidak-Tentu atau Nanti-Tuhan-Tolong. Tetapi ketika saya menjadi anggota DPR RI, saya katakan bahwa NTT itu adalah Nelayan-Tani-Ternak. Saya sadar betul bahwa NTT itu daerah yang kaya potensi lautnya,” ucapnya.
Meskipun begitu, menurutnya diperlukan peningkatan kompetensi SDM dalam aspek inovasi, kreasi, dan pemasaran.
“Potensi perikanannya luar biasa besar tapi yang menjadi persoalan buat pengembangan sektor kelautan dan perikanan ini ada pada aspek inovasi dan kreasi. Juga pada aspek pemasaran,” ucap Yohanis.
Untuk itu, ia mengapresiasi KKP yang memberikan pelatihan untuk mengasah masyarakat NTT dalam ketiga aspek tersebut. “Semoga ini bisa mengangkat tingkat kesejahteraan ibu-ibu kita dan kemudian bisa membantu ekonomi keluarga pada skala rumah tangga,” ujarnya.
Besarnya potensi perikanan NTT turut dikonfirmasi oleh Kepala Dinas Perikanan Kab. Sumba Timur, Markus K. Windi. Ia mengatakan bahwa produksi perikanan di daerahnya baru mencapai 9.202 ton pada tahun 2019. Angka ini setara degnan 17,38% dari potensi perikanan yang bisa dimanfaatkan yakni sebesar 52.300 ton/tahun.
“Masih banyak potensi yang bisa digarap dari potensi kelautan dan perikanan di Kab. Sumba Timur,” ungkapnya.
Lewat pelatihan pengolahan kali ini, Markus berharap agar para istri nelayan yang selama ini baru melakukan pengolahan sederhana berupa pengeringan dan pengasapan dapat mengembangkan keterampilannya.
Para peserta pun mengamini hal tersebut. “Tentu ini adalah pengalaman yang bermanfaat bagi kami ibu-ibu karena selama ini yang kami tahu jika kami mau makan ikan, diolahnya sesuai dengan yang kami tahu saja yaitu digoreng atau dikuah. Sebatas untuk keperluan konsumsi kami masing-masing. Lewat pelatihan ini ada hal-hal baru yang kami dapatkan seperti pelatihan siomay dan brownies,” tandas salah satu peserta.
Ia pun berharap ke depannya pelatihan-pelatihan serupa diselenggarakan kembali sehingga semakin banyak masyarakat NTT dapat terjangkau mengikutinya.***HUMAS BRSDM